Minggu, Januari 20, 2008

TAHUN BARU HIJRIAH

Tidak terasa, bulan demi bulan menjelang tahun demi tahun pun berlalu. Kaum muslim kembali memasuki bulan muharam, menandai datangnya kembali tahun yang baru, kali ini memasuki tahun baru 1429 H. Tidak seperti ketika datang tahun baru masehi yang disambut dengan penuh semarak oleh masyarakat, tahun baru hijrah disikapi oleh kaum muslim dengan dingin-dingin saja. Memang, tahun baru hijrah tidak perlu disambut dengan kemeriahan pesta. Namun demikian, sangat penting jika tahun baru hijrah dijadikan sebagai momentum untuk merenungkan kembali kondisi masyarakat kita saat ini. Tidak lain karena peristiwa hijrah Nabi Saw sebetulnya lebih menggambarkan momentum perubahan masyarakat ketimbang perubahan secara individual.

Peristiwa hijrah Nabi Saw tidak lain merupakan peristiwa yang menandai perubahan masyarakat jahiliyah saat itu menjadi masyarakat Islam. Inilah sebetulnya makna terpenting dari peristiwa hijrah Nabi Saw. Katidak mampuan kita tidak memahami sekaligus mewujudkan makna terpenting hijarh ini dalam realitas kehidupan saat ini hanya akan menjadikan datangnya tahun baru hijrah tidak memberikan makna apa-apa bagi kita, selain rutinitas pergantian tahun, ini tidak tentu kita inginkan.

Makna hijrah secara bahasa, hijrah berarti berpindah tempat. Adapun secara syar’i, para ulama mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju darul islam, (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, II/276). Tiga makna yang diberikan peristiwa hijrah, sebahai berikut:

Pertama: pemisah antara kebenaran dan kebatilan, antara islam dan kekufuran, serta antara darul islam yaitu suatu wilayah atau Negara yang menerapkan syariat islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim dan darul kufur yaitu wilayah atau Negara yang tidak menerapkan syariat islam dan keamanannya bukan di tangan kaum Muslim sekalipin mayoritas penduduknya beragama islam. Kedua: tonggak berdirinya Daulah Islamiyah (Negara Islam) untuk pertama kalinya. Ketiga: awal kebangkitan Islam dank um muslim yang pertama kalinya, setelah selama tiga belas tahun sejak kelahirannya islam dan kaum muslim telah dikucilkan dan ditindas secara dzalim oleh orang-orang kafir makkah.

Dengan mengacu pada tiga makna hijrah di atas, dengan mengaitkannya dengan kondisi masyarakat saat ini, kita melihat:

1. Saat ini umat Islam hidup di dalam darul kufur, bukan darul islam. Keadaan ini menjadikan umat islam membentuk masyarakat yang tidak islami alias masyarakat jahiliah. Masyarakat jahiliyah tidak lain adalah masyarakat yang didominasi olah pemikiran dan perasaan umum masyarakat yang tidak islami serta sistem yang tidak islami. Dalam konteks jaman jahiliah modern saai ini, kita melihat, yang mendominasi masyarakat adalah pemikiran dan perasaan secular serta sistem hokum secular, yang bersumber dari akidah sekularisme yakni akidah yang menyingkirkan peran agama dari kehidupan.

2. Saat ini tidak ada satupun negeri islam yang layak disebut sebagai daulah islamiyah. Padahal kita tahu, diantara makan dari peristiwa hijrah nabi saw adalah pembentukan daulah islamiyah, yang saat itu ditegakkan di madinah al-munawwarah. Daulah islamiyah yang dibentuk nabi saw yang dalam perjalanan selanjutnya setelah beliau wafat disebut sebagai khilafah islamiyah, tidak lain sebuah Negara yang memberlakukan syariat islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Karena itu upaya membangun kembali daulah islamiyah atau khilafah islamiyah ini seharusnya menjadi cita-cita bersama umat islam yang betul-betul ingin mewujudkan kembali makna hijrah dalam kehidupan mereka saat ini.

3. Saat ini keadaan umat islam diseluruh dunia islam sangat memprihatinkan. Di negeri-negeri dimana kaum muslim minoritas mereka tertidas. Karena itu, agar kaum muslim dapat mewujudkan kembali makna hijrah yang sebenarnya, tidak lain, umat islam harus segera melepaskan diri dari segala bentuk kazaliman sistem kufur dan kekuasaan Negara-negara imperialis barat kafir, yang nyata-nyata telah manimbulkan ketertindasan dan kemalangan kaum muslaim dalam berbagai bidang kehidupan. Caranya tidak lain dengan mengubah negeri-negeri muslim saat ini yang berada dalam lingkungan sistem kufur, yakni sistem kapitalisme secular sekaligus menghimpunnya kembali dalam satu wadah Negara, yakni daulah islamiyah atau khilafah islamiyah.

Hanya dengan mewujudkan kembali ketiga makna hijrah diataslah kekufuran akan lenyap digantikan dengan kaimanan, kejahiliyahan akan musnah tertutup cahaya islam, darul kufur akan terkubur oleh darul islam, dan masyarakat jahiliyah pun akan menjadi masyarakat islam. Hanya dengan itu pula, umat islam saat ini akan berubah dari umat yang terhina menjadi umat yang akan meraih kembali posisi terhormat. Allah berfirman dalam surat Al-Imran ayat 110

Artinya: Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amarma’ruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah SWT. (QS. Al-Imran [3]:110).

Berdasarkan pemeparan di atas, peringatan peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw, sudah saatnya dijadikan sebagai momentum untuk segera meninggalkan sistem jahiliyah, yakni sistem kapitalis sekuler yang diberlakukan saat ini, menuju sistem islam. Apalagi telah terbukti, sistem kapitalis secular itu telah banyak penderitaan bagi kaum muslim.

Awal tahun, tahun baru hijrah dan hari-hari ke depan adalah hari untuk menggelorakan kebangkitan islam menju perubahan hakiki dan mendasar. Perubahan yang hakiki adalah perubahan yang dapat menyelesaikan dengan tuntas seluruh persoalan kaum muslim di seluruh dunia saat ini. Perubahan semacam itu tidak mungkin terjadi kacuali dengan dua hal sekaligus: Pertama, membangun kekuatan politik internasional khilafah islamiyah yang menyatukan seluruh potensi kaum muslim baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Kedua, menerapkan syariah islam secara kaffah dalam khilafah islamiyah tersebut. syariah islam akan mampu menyelesaikan berbagai problem social, budaya, ekonomi, politik, hankam, pendidikan, hukum pidana, dakwah, jihad, dan sebagainya.

Hanya dengan cara inilah kaum muslim akan mampu mengakhiri kondisi buruknya di bawah hegemoni sistem kapitalisme global menuju kehidupan mulia dan bermartabat di bawah payung institusi global islamiyah. Sebagaimana firman Allah swt:

Artinya: Apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik kukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? (Q.S. Al-Maidah [5]: 50).

Referensi

Hizbut Tahrir Indonesia, Hijrah dari Sistem Sekular Menuju Sistem Islam.

___________________, Mewujudkan Kembali Makna Hakiki Hirah Nabi.

Al- Quran dan Tafsir.

www.hizbut-tahrir.or.id

www.al-islam.or.id

Wisdom & Success


Karena keturunan, status, jabatan, kekayaan, gelar pendidikan, kadang seseorang merasa lebih terhormat, lebih tinggi derajat, lebih berkuasa, atau lebih tahu segalanya. Itu membuat ia merendahkan dan tidakn mau mengakui keberadaan orang lain. Sikap seperti ini membuat pikiran seseorang tertutup rapat sehingga sulit menerina pendapat orang lain, sulit menerima hal-hal baru, dan tidak bisa menerima fakta yang berlawanan dengan kemauannya. Ini jelas akan merugiakan diri sendiri!

Sikap sombong dan tinggi hati, sesungguhnya hanya akan menciptakan “daya tarik” datangnya bencana, permusuhan dan kesialan bagi diri sendiri. Dan, terjatuh akibat kesalahn dan keteledoran yang kita buat sendiri, adalah sebuah kegagalan yang paling menyakitkan dalam kehidupan ini.

Karenanya, alangkah indah jika kita selalu bersikap rendah hati. Laksana padi, makin berisi makin merunduk. Sikap ini membuat kita lebih OPEN MINDED, sikapmenerima hal-hal baru, mau menerima kritikan, dan sikap menerima kenyataan, walau tidak sesuai dengan kemauan.

“Sikap ‘Open Mind’ dan rendah hati akan membuat kita bertambah teman, relasi, wawasan, dan pengetahuan sehingga kesemuanya itu menjadi kekuatan pendorong untuk mengembangkan potensi diri guna meraih kesuksesan.”

“Our open-mindedness and

modesty will grant us more

friends and relatives

so that we are able to gain

more insights and knowledge.

This will be the supporting

power to develop our potential

to reach SUCCESS.”

By : Clasisical Motovation Stories Three, AW”.

Pada suatu ketika, tampak seorang pemuda yang sedang melamar pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Dia sudah berhasil lolos di tes-tes pendahuluan. Dan kini, tida saatnya dia harus menghadap kepada pimpinan untuk wawancara akhir. Setelah melihat hasil tes dan penampilan si pemuda, sang pimpinan bertanya, “Anak muda, apa cita-citamu?”

“Cita-cita saya, suatu hari nanti bisa duduk di bangku Bapak,” jawab si pemuda.

“Engkau tentu tahu, untuk bisa duduk di bangku ini, tentu tidak mudah. Perlu kerja keras dan waktu yang tidak sebentar. Betul bukan?” Si pemuda menganggukan kepala tanda setuju.

“Apa pekerjaan orang tuamu?” Lanjut si pimpinan kepada si pemuda.

“Ayah saya telah meninggal saat saya masih kecil. Ibulah yang bekerja menghidupi kami dan menyekolahkan saya.”

“Apakah kamu tahu tanggal lahir ibumu?” Kembali pimpinan itu bertanya.

“Di keluarga kami tidak ada tradisi merayakan pesta ulang tahun sehingga saya juga tidak tahu kapan ibu saya berulang tahun.”

“Baiklah anak muda. Bapak belum memutuskan apakah kamu diterima atau tidak bekerja di sini. Tetapi ada satu permintaan bapak. Saat di rumah nanti lakukan sebuah pekerjaan kecil, yaitu cucilah kaki ibumu dab besok datanglah kemari lagi.”

Walupun tidak mengerti maksud dan tujuan permintaan tersebut, demi permintaan yang tidak biasa dan karena sangat ingin diterima bekerja, dia lakukan juga perintah itu. Saat senja tiba, si pemuda membimbing ibunya duduk dan berkata, “ibu Nampak lelah, duduklah Bu. Saya akan cuci kaki ibu.”

Sambil menatap takjub putranya, si ibu menganggukan kepala. “Anakku, rupanya sekarang engkau telah dewasa dan mulai mengerti.”

Si pemuda pun mengambil ember berisi air hangat. Tak lama sepasang kaki ibundanya yang Nampak rapuh, berkeriput, dan terasa kasar di telapak tangannya itu mulai merendam sambil diusap-usap dan dipijat perlahan. Demi melihat kondisi kaki ibunya yang pecah-pecah karena bekerja keras selama ini, tanpa terasa airmata pemuda itu menetes perlahan. “Ibu, terima kasih, Bu. Ibu telah bekerja berat selama ini untuk Ananda. Berkat kaki inilah Ananda bisa menjadi seperti hari ini,” ucapannya lirih, terbata-bata menahan tangis. Mereka pun saling berpelukan dengan penuh kasih dan kelegaan.

Tiba keesokan harinya, sang pemimpin berkata, “Coba ceritakan, bagaimana perasaanmu saat kamu mencucui kaki ibumu?”

“Saat memcuci kaki ibu, saya mengerti dan menyadari akan kasih ibu yang rela berkorban demi anaknya. Melalui kaki ibu yang semakin keriput dan tampak rapuh, saya tahu, bahwa saya harus bekerja dengan sungguh-sungguh demi membaktikan diri kepada ibu saya,” ucapannya tulus tanpa kesan mangada-ada.

Mendengar jawaban si pemuda, akhirnya si pemimpin menerina dia bekerja di perusahaan itu. Pimpinan itu yakin, seseorang yang tahu bersyukur dan tahu membalas budi kebaikan orang tuanya, adalah orang yang mempunyai cinta kasih. Dan orang yang seperti itu pasti akan bekerja dengan serius, sepenuh hati, dan bertanggung jawab.

Seperti pepatah surga ada di telapak kaki ibu! Ungkapan ini sungguh mengandung makna yang sangat dalam, sebab, kasih ibu adalah kasih yang tiada tara dan tak terbalas dengan apapun. Karena itu, jika kita mendapatkan restu, apa lagi didukung oleh doa ibu, tentu semua itu merupakan dukungan yang mengandung kekuatan yang luar biasa, yang memungkinkan apa pun yang kita lakukan akan mendatangkan hasil yang maksimal dan penuh makna.

Untuk itu, selagi orang tua masih hidup, sudah selayaknya kita memberikan perhatian, layanan, dan mencintai mereka dengan setulus hati. Bila mungkin ada kesalahan yang dilakukan oleh orangtua sehingga membuat luka di hati, tidak perlu disimpan di hati. Apalagi dengan membalas dan menyakiti hati mereka Ingatlah, pengorbanan orang tua, apalagi seorang ibu, tak akan bisa dinilai dan dihargai dengan materi apa pun bahkan sampai akhir hayat mereka. Dengan menyelami arti pengorbanan seorang ibu, kita akan dapat menemukan kasih sayang sejati.

“Kasih sayang dan pengorbanan orang tua, tak akan bisa dinilai dan dihargai dengan apa pun. Dengan menyelami arti pengorbanan ibu, kita akan menemukan dan memahami nilai kasih sayang sejati.”

“Our parents’ love and

sacrifices cannot be valude by

anything. Only when we

understand the meaning of

our mother’s sacrifices can

we find real compassion.”

By : Clasisical Motovation Stories Three, “AW”.

Jumat, Desember 07, 2007

Thanks To Open My Blog...

Kamis, Desember 06, 2007

Selasa, November 06, 2007

Tugas Syarat dan Macam-macam Evaluator

SYARAT-SYARAT EVALUATOR

Untuk memperoleh hasil evaluasi yang sebaik-baiknya, bagi para evaluator programdituntut adanyasyarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Memahami Materi, yaitu memahami hakikat seluk beluk program yang dievaluasi, antara lain:
  • Tujuan program yang sudah ditentukan sebelum mulai kegiatan
  • Komponen-komponen program
  • Variabel yang diuji-cobakan atau dilaksanakan
  • Jangka waktu dan penjadwalan kegiatan
  • Mekanisme pelaksanaan program
  • Pelaksanaan program
  • Sistem monitoring kegiatan program
2. Menguasai Teknik, yaitu menguasai cara-cara atau teknik-teknik yang digunakan di dalam melaksanakan evaluasi program. Oleh karena itu eva;uasi program tidak lain adalah penelitian evaluasi, maka evaluasi program harus menguasai metodologi penelitian yang meliputi sebagai berikut:

  • Cara-cara membuat perencanaan penelitian
  • Teknik menentukan populasi dan sampel
  • Teknik menyusun instrumen penelitian
  • Prosedur dan teknik pengumpulan data
  • Penguasaan teknik pengolahan data
  • Cara menyusun laporan penelitian
Untuk metodologi yang terakhir ini seorang evaluator harus menguasai sesuatu yang lebih dibandingkan dengan penelitian karena apa yang disampaikan akan sangat menentukan kebijaksanaan yang kadang-kadang risikonya sangat besar.

3. Objektif dan Cermat, tim evaluator adalah sekelompok orang yang mengemban tugas yang dalam tugasnya ditopang oleh data yang dikumpulkan secara cermat dan objektif. Berdasarkan atas data tersebut maka diharapkan mengklasifikasikan, mentabulasikan, mengolah dan sebagainya secara cermat dan objektif pula. Khususnya didalam menentukan pengambilan srtategi penyusunan laporan, evaluator tidak boleh memandang satu atau dua aspek sebagai halyang istimewa, dan tidak boleh pula memihak. Baik pelaku evaluasi dari dalam eksternal (terutama yang dibayarai) tidak dibenarkan "mengambil muka" dari orang atau lembaga yang meminta bantuan atau menugaskan untuk mengevaluasi.

4. Jujur dan Dapat Dipercaya, tim evaluasi merupakan tim kepada siapa pengambilan keputusan menumpahkan seluruh kepercayaan kepadanya. Mengapa pengambilan keputuan minta tolong untuk mengevaluasi program yang dipandang penting untuk dievaluasi? Ada dua alasan, yaitu:

a. Mereka menghindari adanya bias (kesalahan pengamatan atas kesalahan persepsi), dan

b. Dalam mempertanggung jawabkan tidakannya kepada masyarakat luas, tidak akan ada rasa "risih" karena adanya kemungkinan tidak jujur.

Atas dasar alasan penyerahan tugas mengevaluasi tersebut kepada evaluator, maka menjadi suatu beban mental yang berat pada tim evaluator utnuk tidak menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Sebagai timbal balik mereka harus dapat menujukan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada pemberi tugas.

Namun ada pendapat lain tentang syarat-syarat seorang evaluator, yaitu diantaranya sebagai berikut:

1. Mamapu Melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mareka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keteranpilan praktik.

2. Cermat, dapat melihat celah-celah dan detai dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.

3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimanan diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.

4. Sabar dan Tekun, agar didalam melksanakan tugas, dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data dan menyusun laporan, tidak gegabah dab tidak pula tergesa-gesa.

5. Hati-hati dan Bertanggung Jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung risiko atas segala kesalahnnya.

Menentuakan asal evaluator harus mempertimbangkan keterkaitan orang yang bersangkutan dengan program yang akan dievaluasi. Berdasarkan pertimbangan tesebut evaluator dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:

A. Evaluator Internal
Evaluator Internal adalah petugas evaluasi program yang merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksanan program yang dievaluasi. Adapun kelebihan dan kek\urangnya, sebagai berikut:

Kelebihan:
1. Evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain, evaluasi tepat pada sasaran.

2. Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak mangeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.

Kekurangan:
1. Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikannya aspek positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif.

2. Kerena sudah memahami seluk beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilakukan dengan tergesa-gesa sehingga kuang cermat.

B. Evaluator Eksternal
Evaluator Eksternal adalah orang-orang yang tidak terkait dengan kebijkan dan implementasi program. Mereka berada diluar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah diputuskan. Melihat bahwa status mereka berada diluar program dan dapat bertindak bebas sesuai dengan keinginan mereka sendiri, maka tim evaluator luar ini biasa dikenal dengan nama tim bebas atau independent team.
Adapun kelebihan dan kekurangannya, yaitu:

Kelebihan:
1. Oleh karena tidak berketimpangan atas keberhasilan program maka evaluator luar dapat bertindak secara objektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil kesimpulan. Apapun hasil evaluasi, tidak akan ada reaspon emosional dan evaluator karena tidak ada keinginan untuk melibatkan bahwa program tersebut berhasil. Kesimpulan yang dibuat akan lebih sesuai dengn keadaan dan kenyataan.

2. Seorang ahli yang dibayar, biasanya akan mempertahankan kredibilitas kemampuannya. Dengan begitu, evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.

Kekurangan:
1. Evaluator luar adalah orang baru, maka sebelumnya tidak mengenal kebijakan tentang program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dan mempelajari seluk belukprogram tersebut setelah mendapat permintaan unruk mengevaluasi. Mungkin sekali pada waktu mendapat penjelasan atau mempelajari isi kebijakan, ada hal-hal yang kurang jelas. Hal itu wajar karena evaluator tidak ikut dalam proses kegiatannya. Dampak dari ketidak jelasan pemahaman tersebut memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat.

2. Pemborosan, pengambilan keputusan harus mengeluarkan data yang cukup banyak untuk membayar evaluator bebas.

Adapun perbedaan yang menonjol antara evaluaror internal dan eksternal adalah adanya satu langkah penting sebelumnya mereka mulai melaksanakan tugas. Oleh karena itu evaluator eksternal adalah pihak asing yang tidak tahu-menau dan tidak berkepentingan dengan program, yang diasumsikan belum memahami seluk-beluk program maka terlebih dahulu tim tersebut perlu mempelajari program yang akan dievaluasi.



Senin, Oktober 15, 2007

RESENSI BUKU

Evaluasi Pendidikan

Evaluasi pendidikan merupakan hal terpenting dalam mengetahui hasil belajar siswa, evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Evaluation”. Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu. Dalam evaluasi pendidikan terdapat perencanaan penilaian hasil belajar yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Dari kedua perencanaan penilaian hasil belajar itu terdapat beberapa bagian lagi yang menjelaskan lebih rinci mulai dari merumuskan tujuan sampai menyiapkan alat-alat yang diperlukan dalam menyiapkan penilaian pendidikan. Ada bebrapa langkah dalam pengumpulan data hasil belajar siswa untuk mengevaluasi.

Terdapat methode penilaian hasil belajar dan menjelaskan tentang beberapa cara yang dilakukan dalam melakukan penilaian hasil belajar siswa. Terdapat methode dengan cara tes dan observasi. Dari kedua methode ini dijelaskan pula macam-macam tes dan observasi yang dilakukan dalam penilaian hasil belajar. Setelah pencarian methode penilaian hasil belajar maka harus memilih atau penyusunan tes hasil belajar, maka dalam pemilihan ini memerlukan beberapa langkah yang harus ditempuh. Analisa hasil tes hasil belajar akan diketahui pula dalam buku ini juga cara penafsiran dan penggunaan hasil tes siswa, baik penafsiran secara individual maupun secara klasikal. Baik buruknya suatu tes atau suatu alat evaluasi dapat kita tinjau dari beberapa segai, yaitu : validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. Dapat diketahui juga cara meneliti bakat sekolah siswa, menilai bakat-bakat khusus yang dimiliki siswa, menilai minat siswa, menilai sikap dan kepribadian siswa. Maka dengan dengan mengetahui minat, bakat siswa akan lebih mudah dalam mengevaluasi hasil belajar siswa dengan adanya tunjangan penilaian minat, bakat siswa. Semua ini akan diketahui dalam buku ini dengan jelas. Buku ini sangat cocok untuk dipelajari bagi pengevaluasian pendidikan.

Resansi buku : Drs. Wayan Nurkancana

Drs. P.P.N. Sumartana

Penerbit : USAHA NASIONAl, Surabaya-Indonesia.





Sabtu, September 29, 2007

Macam - Macam Validity

VALIDITAS

Pengertian Validitas

Validitas berasal dari kata Validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya (Azwar 1986). Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurannyan atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung disini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yangmemiliki validitas tinggi. Suatu tes yangdimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A atau B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A atau B (Azwar 1986).

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid atau tidak hanya mampu menghasilkan data yan tepat akan tetai juga harus memberikan gambaran yang cermat menganai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya dianrata subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah kalung emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya vali, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidak cukup cermat untuk digunakan sebagai enimbang kalung emas tadi.

Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkan dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka mendekati keadaan sebenarnya (Azwar 1986).

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam "alat ukur valid" adalah kurang langkap. Penrnyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjukan kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana?

Istilah Valid memiliki beragam kategori. Menurut Ebel membagi validitas menjadi 9 kategori, yaitu:

a. Concurrent Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.

b. Construct Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukurannya.

c. Face Validity
Yaitu, Validitas yang berhubunan dengan apa yang nampak dalam mengukur aeauatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

d. Factorial Validity
Yaitu, Korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang bersamaaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lannya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.

e. Empirical Validity
Yaitu, Validits yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan olej pengukuran.

f. Intrinsic Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperolah bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

g. Predictive Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.

h. Content Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.

i. Curricular Validity
Yaitu, Validitas yang ditentukan dengan cara menarik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan intruksional.


Adapun Tipe-tipe Umum Pengukuran Validitas

Tipe validitas sebagaimana disajikan sebelumnya, pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu :

a. Content validity (validitas isi), yaitu validitas yang diperhitungkan meulai pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasinal. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauh mana item-item dalam suatu ala ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representif dari keseluruhan kawasan.

Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukan bahwa alat ukur tersebut harus komperhensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidakkeluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isi atau kandungannya komperhensif tetapi bila suatu alat ukur mengikut sertakan pula item-item yang tidak relevandan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurannya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.

Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung kepada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauh mana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.

Dan Validitas ISI ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu Face Validity (validitas muka), dan Logical Validity (validitas logis).

b. Construct validity (validitas konstruk), yaitu tipe validitas yang menunjukan sejauhmanan alat ukur mengungkapkan suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen dan Yen, dalam Azwar 1986). Pengertian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal. Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal.

c. Criterion-related validity (validitas berdasar kriteria), yaitu pendekatan validitas berdasarkan kriteria menghendaki kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar penguji skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur. Untuk melihat tingginya validitas berdasarkan kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validits bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu r dimana x malambangkan skor aat ukur dan y melambangkan skor kriteria.

Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasarkan kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif dan validitas konkuren.


By : Iie Puri Z