Sabtu, September 29, 2007

Macam - Macam Validity

VALIDITAS

Pengertian Validitas

Validitas berasal dari kata Validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya (Azwar 1986). Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurannyan atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung disini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yangmemiliki validitas tinggi. Suatu tes yangdimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A atau B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A atau B (Azwar 1986).

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid atau tidak hanya mampu menghasilkan data yan tepat akan tetai juga harus memberikan gambaran yang cermat menganai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya dianrata subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah kalung emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya vali, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidak cukup cermat untuk digunakan sebagai enimbang kalung emas tadi.

Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkan dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka mendekati keadaan sebenarnya (Azwar 1986).

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam "alat ukur valid" adalah kurang langkap. Penrnyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjukan kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana?

Istilah Valid memiliki beragam kategori. Menurut Ebel membagi validitas menjadi 9 kategori, yaitu:

a. Concurrent Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.

b. Construct Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukurannya.

c. Face Validity
Yaitu, Validitas yang berhubunan dengan apa yang nampak dalam mengukur aeauatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

d. Factorial Validity
Yaitu, Korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang bersamaaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lannya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.

e. Empirical Validity
Yaitu, Validits yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan olej pengukuran.

f. Intrinsic Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperolah bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

g. Predictive Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.

h. Content Validity
Yaitu, Validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.

i. Curricular Validity
Yaitu, Validitas yang ditentukan dengan cara menarik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan intruksional.


Adapun Tipe-tipe Umum Pengukuran Validitas

Tipe validitas sebagaimana disajikan sebelumnya, pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu :

a. Content validity (validitas isi), yaitu validitas yang diperhitungkan meulai pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasinal. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauh mana item-item dalam suatu ala ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representif dari keseluruhan kawasan.

Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukan bahwa alat ukur tersebut harus komperhensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidakkeluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isi atau kandungannya komperhensif tetapi bila suatu alat ukur mengikut sertakan pula item-item yang tidak relevandan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurannya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.

Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung kepada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauh mana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.

Dan Validitas ISI ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu Face Validity (validitas muka), dan Logical Validity (validitas logis).

b. Construct validity (validitas konstruk), yaitu tipe validitas yang menunjukan sejauhmanan alat ukur mengungkapkan suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen dan Yen, dalam Azwar 1986). Pengertian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal. Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal.

c. Criterion-related validity (validitas berdasar kriteria), yaitu pendekatan validitas berdasarkan kriteria menghendaki kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar penguji skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur. Untuk melihat tingginya validitas berdasarkan kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validits bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu r dimana x malambangkan skor aat ukur dan y melambangkan skor kriteria.

Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasarkan kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif dan validitas konkuren.


By : Iie Puri Z



Selasa, September 25, 2007

Selasa, September 18, 2007

Pengertian Pengambilan Keputusan






Di bawah ini merupakan suatu dalil keputusan tentang keadila

"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.." (Q.S An-Nisaa' : 65)

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya…" (Q.S An-Nisaa' : 59)

"Segala yang kalian perselisihkan maka keputusan hukumnya adalah kepada Allah." (Q.S Asy-Syura : 10)

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia:"Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang melihat" Allah berfirman:"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu(pula) pada hari inipun kamu dilupakan". (Q.S Ath-Thaaha : 124-126)


Di bawah ini merupakan suatu dalil keputusan tentang kejujuran

"dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin? (Q.S Al-Maa-dah : 49-50)

Di atas ini merupakan ayat-ayat pengambilan keputusan yang tidak boleh diserahkan kepada orang sepihak, bahwwa semua ini harus kembali kepada allah dan mengikuti sesuai dengan yang diperintahkan ALLAH SWT.








Prinsip - Prinsip Pengambilan Keputusan

BERTANGGUNG JAWAB

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ.

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS. Al-Zilzal: 34)

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا.

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa`at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. AL-Isra: 34)


MUSYAWARAH

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ.

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. As-Syuraa: 38)


BIJAKSANA

كَذَلِكَ يُوحِي إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.

Demikianlah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, mewahyukan kepada kamu dan kepada orang-orang yang sebelum kamu. (QS. As-Syuraa: 3)


LARANGAN BERBUAT DZALIM

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ.

Dan mereka menyembah selain Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun. (QS. Al-Hajj: 71)